Farhan Bukan Alien
Cerpen oleh : Farelka Khafid Evandi
Kelas 8 SMP N 3 Limbangan Satu Atap
Juara 1 Lomba Cerpen Dinarpus Kendal Tahun 2022
Jam sudah menunjukkan pukul 06.20 tapi suasana diluar rumah masih gelap tertutup kabut.
Sayup-sayup ibu memanggil, untuk aku bergegas pergi sekolah.
“Gil .... sudah makankah kamu ? “ tanya ibu dari sudut dapur.
“Sudah bu, aku berangkat dulu ya bu ! “ sahutku.
Kucium tangan ibu yang sedikit beraroma bawang, setelah itu diambilnya lembaran dua ribuan
sebanyak lima lembar dari dompet yang tergeletak diatas meja dapur.
“ Belajar yang pinter, biar nasibmu lebih baik dari ibu dan bapakmu ini “ dielusnya
rambutku penuh dengan harapan.
“ Iya bu “
“ Hati – hati nak... “
“ Iya.... iya..! “
Kustater Jupiter Z ku dengan penuh semangat, kustater sudah lebih dari ketiga kalinya tetapi
motorku ini tidak mau menyala
“Mungkin motorku marah karena belum aku cuci selama sebulan lebih hehehe.“ kata hati
kecilku.
“Maklum lah motor tua.” lanjutku berbicara sendiri.
Terpaksa akupun mengengkol sepeda motorku, dengan sekali genjot akhirnya pun menyala,
dengan suara yang agak berisik dan asap hitam yang keluar dari knalpot motorku yang agak berbau,
hal itu bukan jadi masalah besar untukku pergi ke sekolah. Perlahan aku mengendarai motorku
untuk menghampiri sahabatku Farhan.
Sesampainya di depan rumah farhan akupun membunyikan klakson, dengan dua kali
bunyian tin... tin... si Farhan pun keluar dari pintu rumahnya dengan raut wajah yang masih
mengantuk dan mulutnya yang penuh dengan nasi.
“ Ayo!” ajak Farhan sambil memegang pundakku.
Dengan sedikit menahan beban ditangan karena jalan yang menurun tajam, ditambah Farhan
yang duduk dijok belakang agak melorot kedepan, jalan yang kulalui serasa seperti rolercoster.
Maklumlah desaku tepat di bawah Gunung Merangan yang posisinya jauh dari jalan raya. Jadi
untuk aktivitas warganya, setiap hari harus membiasakan melewati jalan yang curam dan berliku,
untungnya beberapa tahun ini akses menuju desaku sudah dicor blok sehingga tidak begitu sulit
melaluinya. Paling kendalanya kita harus hati – hati dengan lumut yang lumayan licin jika musim
penghujan.
Kabut selalu menyambut dan mengiringi perjalananku dan Farhan menuju sekolah.
“ Tumben ya, pagi ini lebih dingin ? “ tanya Farhan membuka percakapan.
“ Maklumlah bulan November. “ sahutku
“ Gill.... aku mau ngomong.“
“ Iya ngomong aja Han....”
“ Aku punya masalah dengan kakak kelas Gilll...”
“Masalah apa Han....?” aku sedikit menoleh kebelakang memastikan telingaku bisa
mendengar yang akan diceritakan Farhan.
“Aku selalu di bully tentang penyakitku ini, aku selalu diejek, dikatain katanya aku seperti
alien dikatain aku aneh, kadang dia memanggilku monster, belum lagi kalau ketemu di
kantin katanya aku setan gak pantes makan nasi, dan masih banyak lagi bullyan yang aku
dapatkan. Sering juga mereka mengerjaiku dengan melempar kertas sampah dan bekas
bungkus makanan kalau mereka berpapasan denganku.“ jelas Farhan padaku.
Suaranya agak bergetar menceritakan apa yang ia alami, aku tahu mungkin bagi dia hal ini
dapat membuat jadi malu, kurang percaya diri bahkan trauma untuk pergi ke sekolah dan bertemu
mereka.
“Siapa saja memang yang ngomong gitu?” aku mencari tahu karna penasaran dengan pelaku
yang tega menghina temanku.
“Tapi kamu jangan bilang-bilang ya, mereka Tio, Rendi, Martin, Sandi, dan Ando.”
“Ohh mereka orangnya?Iya udah Han, tidak usah didengar, hiraukan saja dia, biarin aja dia
ngomong sampai bosen, tidak usah dimasukkan dalam hati, kamu sendiri kan tau mereka
kaya apa? Semakin digubris semakin menjadi, intinya kamu harus semangat untuk menuntut
ilmu, jangan sampai gara-gara mereka kamu jadi takut sekolah.“ sahutku menenangkan hati
Farhan.
“Apa kita laporkan saja ke guru BK?” aku menawarkan solusi untuk disetujui Farhan. Tapi
Farhan menolak dengan alasan takut.
“Jangan-jangan!”
”Terus gimana baiknya?” aku balik bertanya.
“Ya udah, biari aja, kaya kata kamu tadi.” Farhan menjawab lesu.
“Bener kamu nggak apa-apa?”
“Iya, aku nggak apa-apa, aku kadang hanya kesel saja. Tapi aku sendiri juga tidak mau
menambah masalah dengan melaporkan ke pihak sekolah, urusannya panjang nanti.” jelas
Farhan.
Sesampainya di sekolah aku mencoba membantu Farhan untuk melaporkan kakak kelas
yang membullynya. Tanpa sepengetahuan Farhan, aku bicara panjang lebar kepada Bu Nur wali
kelasku menceritakan penyakit hidrosefalus yang di alami Farhan, dan segala perlakuan anak kelas 9.
Tidak pakai hitungan jam, Bu Nur menindaklanjuti semua laporanku , ia memanggil lima
anak yang kusebutkan tadi untuk dipanggil ke ruang guru. Aku amati hampir kurang lebih 1 jam
lebih 15 menit anak – anak itu tidak kunjung keluar dari ruang guru, entah apa yang mereka
dapatkan atas apa yang sudah aku perbuat.
“ Setidaknya aku sudah berusaha menghentikan! “ bisikku lirih.
Nampak lima anak itu keluar dari ruang guru dengan raut wajah marah, penuh emosi dan
mata sedikit merah.
Farhan yang duduk disampingku telihat gelisah.
“ Gill...aku takut ! “
“ Takut kenapa ? “ jawabku.
“ Mereka ....eemmmm.... mengancamku untuk tidak melaporkan semuanya kepada guru jika
tidak mau terjadi apa-apa nantinya.” ucap Farhan terbata – bata.
Aku terkejut ketika farhan ngomong seperti itu. Ada rasa bersalah yang terlintas dibenakku.
Pagi harinya aku bersama Farhan berangkat sekolah, ternyata aku berangkat lebih awal,
sampainya di sekolahan Farhan pun turun dari jok motorku, lalu berjalan menuju ke kelas.
Aku berjalan menuntun motorku ke parkiran yang berada di belakang sekolah. Aku sontak kaget
ketika melihat motor kakak kelas yang membully Farhan sudah lebih dulu parkir. Aku pun gelisah
karena mengetahui mereka telah berangkat lebih awal, pikiranku mulai kacau balau, “Jangan –
jangan Farhan saat ini?” ucapku bertanya pada diriku sendiri.
Aku langsung bergegas berlari menuju ke ruang kelasku yang terletak lumayan jauh dari
parkiran motor, aku berlari sekencang-kencangnya karena pikiranku sangat khawatir pada keadaan
Farhan saat ini. Saat mendekati ruang kelasku, aku mendengar suara jeritan Farhan. Aku langsung
panik. Saat aku tiba di depan pintu kelas, ternyata benar dugaanku, aku melihat Farhan sedang
dibully habis – habisan dengan mereka. Tak lagi hanya sekadar bullyan verbal tapi tindakan yang
tidak mengenakkan. Dia ditendang, dipukul, diludahi oleh mereka. Salah satu dari mereka terlihat
mengambil tempat sampah dan menuangkan semua sampah di tubuh Farhan, Farhan menangis
sambil meminta ampun kepada mereka. Aku sangat sedih melihat Farhan dibully sangat kejam
dengan mereka. Aku sangat merasa bersalah, aku mencoba untuk menghentikan pembullian itu
dengan membohongi kalau ada guru yang sudah berangkat, akhirnya mereka tertipu dan
meninggalkan Farhan dengan melempar sebuah cairan yang sangat bau.
Aku bergegas berlari menghampiri Farhan. Kubantu membersihkan dirinya dan penuh
dengan kotoran sampah. Bu Nur akhirnya mengetahui kejadian ini dan datang menghampiri kami di
kelas. Aku menceritakan semua kejadian yang kulihat kepada belaiu. Bu Nur terlihat sangat marah
dan kesal, apalagi melihat sahabatku Farhan mendapat perlakuan yang keji. Bu Nur kemudian
menyuruhku untuk mengantarkan Farhan pulang.
Pagi ini seperti biasa aku berangkat dan menghampiri farhan untuk ke sekolah bareng, tapi
tidak seperti biasanya saat aku mengklakson di depan rumah Farhan, Farhan tak kunjung keluar dan
aku mencoba untuk menghampiri ke rumah Farhan, ternyata ada ibunya Farhan yang sedang
menjemur pakaian, aku pun mendekati dan bertanya.
“Permisi bu, Farhan ada dirumah tidak ya?”
“Eh kamu, ibuk pikir siapa tadi,” sahut ibunya Farhan
“Farhan ada di rumah tuh, katanya tidak mau sekolah “ sambung ibu Farhan lagi.
“Loh kenapa bu? “ aku penasaran.
“ Katanya takut dibully lagi “ kata ibu Farhan.
“ Coba deh nak Agil bujuk Farhannya biar mau berangkat sekolah. “
“ Oh iya Bu, permisi ya, saya masuk dulu.” jawabku.
Aku pun membuka pintu rumah Farhan dan melihat ia sedang menangis tersedu-sedu.
“ Farhan ayo berangkat sekolah “ Farhan hanya diam tak membalas pertanyaanku.
“Aku sebenarnya mau Gil untuk pergi sekolah, tapi aku trauma takut dibully lagi sama Ando
dan kawan-kawannya.“ kata Farhan sambil menangis.
Aku hanya terdiam, tapi aku memberanikan diri untuk mengakui kesalahanku.
“Han... maaf ya ini semua salahku karna telah melaporkan mereka tanpa sepengetahuanmu.“
Farhan sedikit kaget, ia melirik kearahku dan menundukkan kepalanya lagi.
“Aku tidak tau akan separah ini jadinya.” lanjutku menjelaskan.
Farhan hanya mengangguk kepalanya.
“Aku tau kamu pasti kecewa dengan apa yang kulakukan, aku benar-benar bersalah.” aku
memohon pengertian Farhan dengan keadaan yang telah aku lakukan.
“Aku minta maaf ya Han... “
“Iya, aku paham. Udah nggak apa-apa.“ jawab Farhan menenangkanku.
“Bener nih kamu hari ini nggak masuk? Kalau begitu aku berangkat dulu ya. Sekali lagi aku
minta maaf ya, gara-gara aku, kamu jadi seperti ini.
“ Assamaualaikum “ aku mengakhiri pembicaraan karena jam sudah menunjukkan pukul
06.40. Aku pun keluar dari rumah Farhan dengan segala rasa penyesalan dan bersalah.
Pagi ini aku mencoba kembali mengajak Farhan bersekolah, tetapi Farhan tetap tidak mau
berangkat, dia masih takut dan trauma dengan kejadian pembullyan kemarin. Sesampainya di
sekolah aku memberanikan diri untuk melaporkan langsung kejadian itu kepada kepala sekolah.
Tidak pakai waktu lama, setelah istirahat kedua semua siswa dikumpulkan di halaman sekolah.
“Anak- anak semuanya ada yang tau kenapa kalian dikumpulkan di sini ? “ tanya Pak Pur
kepada seluruh siswa yang berdiri dihadapannya.
“Tidak Pak...” mereka menjawab kompak.
“Begini anak-anak, Bapak mau bertanya, apakah anak-anak ada yang tau tentang kasus
pembullyan? “
“Tahu pak...” sahut anak-anak
“Apakah kasus pembullian itu bagus? “ tanya Pak Pur
“Tidak ...Pak..”
“Tetapi... kenapa masih ada kasus pembullian anak di sekolah ini!“ tanya Pak Pur dengan
nada keras.
“Saya tahu kalau ada yang membulli Farhan selama ini, bukan hanya sekali dua kali, bahkan
sering! Pagi tadi sebelum sekolah ramai siswa datang, ada oknum siswa disekolah ini yang
sengaja dan terencana melakukan pembullyan pada Farhan! Ini tidak akan Bapak biarkan!“
suara pak Pur semakin meninggi, semua siswa yang berdiri di hadapannya tidak ada yang
berkutik.
“Diantara semua anak – anak yang berdiri dihadapan saya ini, siapa yang membulli Farhan?
tanya Pak Pur dengan nada yang lantang.
“Oh tidak mau mengaku ya?“
Akhirnya Pak Pur memanggil lima anak yang membulli Farhan, ternyata dari lima anak
hanya dua anak saja yang masih disekolah, sedangkan tiga anak lainnya sengaja membolos sekolah.
“Ini lah anak-anak! Contoh siswa yang tidak berperikemanusian, contoh anak yang tidak
menghormati sesama manusia!” ucap Pak Pur dengan nada tinggi sambil menunjuk ke arah
dua anak pembulli itu.
“Anak-anak tahu kan akibatnya jika ada kasus pembullian?”
“Pak Pur bisa saja langsung mengambil tindakan untuk langsung mengeluarkan anak itu dari
sekolah, karena pembullian itu bisa merusak mental anak, bisa merusak semangat seorang
anak dan membuat trauma orang lain, jangan ada yang pernah mencontoh, cukup jadikan
pelajaran, saya harap ini adalah kejadian yang pertama dan terakhir di sekolah ini!” jelas pak
Pur.
“Jika ada yang melanggar, maka silahkan mempersiapkan diri untuk menerima
konsekuensinya! “ tegas Pak Pur.
Pak Pur tiba – tiba memanggilku kedepan untuk berdiri disampinnya.
“Tiandakanmu sudah benar, melaporkan kejadian pembulian disekolah ini, jangan pernah
takut! “ Pak Pur memberi penguatan dengan apa yang kuperbuat.
“Sekarang tolong ceritakan bagaimana sebenarnya keadaan Farhan ke teman-temanmu ini!“
“Teman-teman maaf sebelumnya, bukannya aku membela Farhan, aku hanya ingin kalian
tahu Farhan sebenarnya. Dia adalah anak yang mengalami kecacatan fisik dari lahir. Dia
mengidap penyakit bawaan hidrosefalus. Secara fisik memang dia tidak seperti kita.
Mungkin menurut kalian fisiknya aneh, ya... memang benar. Tapi dia tak layak untuk kita
bulli, apapun itu dia juga ciptaan Allah, hanya saja dia sedikit istimewa. Tidak semua anak
bisa menrima kenyataan pahit seperti dia. Orangtuanya hampir tidak menerima
kehadirannya di dunia karena cacat. Setahuku orang tuanya malu. Dia juga hampir
meninggal karena melakukan operasi lebih dari dua kali untuk menyedot cairan dikepala.
Hingga Farhan menjadi seperti sekarang ini dia sudah berjuang mati-matian. Dan kalian
harus menghargai itu. Tolong terima dia seperti kalian menerima teman-teman yang lain
yang memiliki fisik normal.” Jelasku sambil berkaca-kaca.
“Diantara kalian siapa yang mau terlahir seperti Farhan?” semua terdiam.
“Tidak mau kan, nah makanya janganlah membulli Farhan walaupun dia fisiknya tidak
sempurna, dia juga manusia biasa seperti kita dan tidak mau terlahir seperti saat ini, ya
Nak....” tambah pak Pur menguatkan pernyataanku.
“Seharusnya kita bersyukur, karena Tuhan sudah memberikan kita fisik sempurna, walaupun
teman kita Farhan memiliki fisik yang cacat, dan dia tidak seharusnya di bulli juga, ya
Nak...”
“ Iya Pak...”
Setelah selesai pak Pur memberikan nasihat dan pengarahan. Aku dan dua anak pembulli itu
dipanggil ke kantor kepala sekolah. Tindakan pembullian tidak dibenarkan. Apapun alasannya.
Itulah sebabnya sekolahku sangat keras menindaknya jika itu sampai terjadi.
Comments