Posted by :

  • 25 Juli 2024

"Yang Selalu Ada"

Cerpen oleh : Dinda Mawar Tizana
Siswi SMP Negeri 3 Limbangan Satu Atap


Kulirik Fina sahabatku yang mulutnya komat kamit menghafalkan rumus-rumus matematika, dia sibuk membuka dan menutup buku catatan yang penuh dengan angka-angka yang rumit. Sesekali dilihatnya langit-langit kelas kemudian menunduk lagi, matanya terpejam kadang terbuka membuatku tambah merasa panik menghadapi detik-detik ulangan hari ini.
“Fin...”, tanyaku
“Hem...”, sambil terus komat kamit tanpa menggubris pertanyaanku.
“Jangan buat aku tambah pusing ah, serius banget!”
“Kamu nanya???” dengan nada seperti seleb tik tok yang sedang viral saat ini. Seketika kami berdua tertawa mengingat video Dilan cepmek yang sering kami tonton.
“Kamu bertanya? Apa yang aku lakukan???” sahutku.
Kringggggg...
Di tengah-tengah asiknya kami berdua bercanda, bel berbunyi pertanda ulangan akan segera dimulai.
Tok tok tok... Suara pintu terketuk dari luar, terdengar langkah kaki yang perlahan memasuki ruang kelas.
“Pagi anak-anak... sudah siap ulangan?” tanya pak Rudi selaku pengawas kelas 11b.
“Siap pak!!” Beberapa siswa terlihat kurang bersemangat menghadapi ulangan hari ini.
“Huhhh... aku belum sebelumnya menghafal rumus-rumus itu, gak apa-apalah kerjain yang bisa aja.” Keluhku di dalam hati sembari menopang dagu dengan tangan kananku.
“Fin!Fina! Udah selesai belum?” aku berbisik kearah Fina yang duduk disebrang bangkuku.
“Bentar masih kurang dua soal, susah banget sih soalnya!” jawab Fina dengan raut wajah yang sedikit kesal karena soal-soal ulangan yang dihadapi dianggapnya susah.
“Nanti kalau selesai, tunggu aku ya, bareng keluar kelasnya!”
“Iya...kamu dah selesai Ra?” tanya Fina kepadaku dengan mata yang masih fokus ke lembar kertas ulangan.
“Udah dong, hehehehe...walaupun ada beberapa yang aku jawab pakai rumus cap cip cup...” sahutku dengan tawa kecil meledek Fina.

Jam menunjukkan pukul 09.00, tak terasa ulangan sudah berakhir. Siswa-siswi pun bergegas keluar kelas menuju kantin. Aku dan Fina berjalan beriringan. Di perjalanan, kami sedikit membicarakan ulangan yang kami kerjakan tadi.
“ Gimana Fin? Tadi berapa soal yang kamu jawab?” tanyaku kepada Fina.
“ Lumayan banyak sihh...tapi ada juga yang aku jawab ngasal”
“Udah ahh gausah bahas ulangan nanti tambah pusing!” jawab Fina dengan wajah lelah.
Kami pun pergi ke kantin untuk menghilangkan stres dengan mengisi perut, tak peduli hasil ulangan kami bagaimana, aku dan Fina menghentikan pembahasan dan tidak memperdulikan lagi.

Pagi yang cerah dengan mentari yang datang dari arah timur. Aku sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah karna hari ini adalah hari terakhir ulangan.
“ Assalamualaikum Buu... Dara berangkat dulu yaa” Pamitku kepada ibu yang sedang sibuk membolak balik ikan diatas wajan.
“ Nggak usah salaman dulu, tangan ibu bau amis!” Ibu mendekatkan wajahnya untuk mencium pipi kiriku.
Aku pun berangkat sekolah dengan menaiki sepeda motor. Di perjalanan, aku bertemu dengan Fina yang sedang dibonceng oleh ayahnya menuju sekolah. Fina selalu berangkat sekolah dengan ayahnya yang juga berangkat kerja dan memang kebetulan searah.

Aku mendekatkan motorku di belakang motor yang dinaiki Fina untuk menyapa. Saat kubunyikan klakson Fina langsung menoleh ke arahku, melambaikan tangan, dan memperlihatkan muka lucunya memonyongkan mulut sambil menempelkan jari ke hidung dan sedikit mengangkatnya.

“Hai Dara” sapa Fina dengan melambaikan tangannya.
Sesampainya di sekolah, kami menuju kelas bersama-sama.
“ Fin kamu besok mau kemana nihh? Mumpung libur, kita bisa jalan-jalan sekaligus ngilangin stres setelah seminggu ini ulangan.”
“ Gatau nich masih bingung. Dimana kalo kita hunting makanan aja di dekat jalan simpang yang biasa kita nongkrong?” jawab Fina mengusulkan pendapatnya.
“ Okee ! kayaknya seru” jawabku dengan bersemangat.
“ Serulahh kan sama aku, Fina gitulohh” sahut Fina menyombongkan dirinya dengan raut wajah yang dibuat-buat. Aku pun tertawa melihat tingkah Fina yang selalu yang selalu aneh-aneh.

Seisi ruang tiba-tiba terdiam dengan kedatangan pak Ahmad.
“ Pagi anak-anak. Hari ini hari terakhir ulangan, jadi kalian harus sungguh-sungguh yaa!”
“ Baik Pak....” sahut murid-murid secara bersamaan. Guru membagikan lembar ulangan, semua siswa dikelas mulai fokus mengerjakan.
“ Ra, hari ini cuma satu mapel kan ?” bisik Fina kepadaku.
“ Iya, cuma satu, tapi habis ini kita ada pelajaran tambahan kan?”
“ Oh iya... aku hampir lupa hehe.”


Ditengah-tengah ulangan berlangsung terdengar pintu yang terketuk dari luar. Tok... tok... tok..
“Assalamualaikum.” Pak Ahmad yang sedang mengawasi murid-murid pun bangun dari duduknya dan langsung membukakan pintu.
“ Waalaikumsalam bu... silahkan masuk, ada perlu apa ya?” sambut Pak Ahmad kepada tamu yang datang.
“Eemmm.. maaf pak menggangu waktunya sebentar, saya izin untuk menyampaikan pesan untuk salah satu murid yang bernama Fina.”
“Oh iya buu..” Ibu itu pun menjelaskan maksud kedatangannya kepada Pak Ahmad dengan suara rendah.

Setelah beberapa saat Pak Ahmad dan ibu itu berbincang, Pak Ahmad memanggil Fina untuk menemui ibu itu.
“Fina kemas barang-barang kamu, kamu diperbolehkan pulang dan mengikuti ulangan susulan
minggu depan.” ucap Pak Ahmad kepada Fina.
Fina yang sedang mengerjakan ulangan seketika terhenti oleh panggilan Pak ahmad.
“ Sa..Saya Pak ?? “ tanya Fina keheranan.
“ Iyaa...” jawab Pak Ahmad lembut.
Dengan cepat Fina mengemasi barang-barangnya. Aku yang melihatnya pun kebingungan.
“ Finn ada apa? “ tanyaku penasaran.
“ Aku juga nggak paham, ada apa sih kok tiba-tiba banget.” jawab Fina sembari mengemas barang barangnya dengan raut wajah bingung.


Fina bergegas meninggalkan kelas dan pergi bersama tetangga yang menghampirinya.
Pak Ahmad menyela pembicaraan di tengah keheningan suasana ulangan.
“ Mohon perhatiannya sebentar, maaf untuk semua karena suatu alasan penting Fina mendahului pulang hari ini. Kami mendapat kabar duka dari keluarga Fina bahwa ayah Fina telah berpulang ke
sang pencipta. Mari kita semua berdoa semoga beliau ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi-Nya.”


Degggg ......
Seketika aku terdiam mendengar berita itu, jantungku terasa berhenti sejenak, mataku tak berkedipv beberapa saat.
“ Innalillahiwainailaihirajiunn..”
Mulutku dengan sendirinya menyebut nama Fina. Aku duduk termenung membayangkan perasaan Fina saat ini. Seketika kelas menjadi sangat sunyi setelah mendengar kabar duka itu.

Sudah 3 hari Fina tidak masuk sekolah setelah kepergian sang Ayah. Kulihat bangku sebelah kananku yang sudah lama tak terdengar tawa Fina.
“Gimana ya keadaan Fina sekarang? Kok belum berangkat juga.” tanyaku di dalam hati sambil melamun menatap jendela kelas.
Srek..srek..srek..
Terdengar suara langkah kaki yang perlahan masuk ke ruang kelas, terlihat Fina yang sudah bersemangat untuk menemuiku dengan wajah riang.
“ Finaa!! “ sapaku dengan melambaikan tangan kearah Fina. Fina berlari kearahku dengan penuh semangat.
“ Udah semangat lagi nih Finn?”
“ Yaa...gitulahh...” jawab Fina dengan mata berkaca-kaca.
“ Aku turut berduka cita ya Fin atas kepergian ayahmu.”
“ Iya, makasih yaa.” jawab Fina dengan lirih


Saat pelajaran berlangsung, kulihat Fina dari tadi hanya melamun menatap arah pintu.
“ Fin, kenapa melamun?” tanganku menepuk-nepuk pundak kiri Fina.
“ Gapapa...” jawab Fina dengan nada yang semakin melas.
“ Beneran gak papa? Kalo ada yang mau diceritain, ceritain aja aku siap dengerin keluhan kamu, gausah ditutup-tutupin gitulah, kita kan sahabat.” Aku mencoba membujuk Fina untuk saling terbuka.
“ Nanti aku ceritain waktu istirahat aja ya,sekarang keburu guru masuk.” jawab Fina.


Jam istirahat telah tiba, semua siswa bergegas keluar kelas. Aku dan Fina pergi keluar kelas bersama.
“ Fin jadi cerita nggak?” tanyaku mengingatkan janji Fina saat di kelas tadi.
“ Yaa, tapi kita cerita tadi di tempat yang sepi aja ya” jawab Fina.
Setibanya di taman pinggir sekolah, Fina mulai bercerita.
“ Ra, akhir-akhir ini ibuku sering melamun dan menangis ketika mengingat kepergian ayah, bahkan dia lupa kalau aku juga merasakan hal yang sama, sudah tiga hari ibuku hanya menangis sepanjang
hari. Bahkan ibuku seperti tidak punya semangat hidup lagi tanpa ayahku. Jiwanya kosong, hingga raganya rusak karena pikirannya sendiri. Aku bingung harus bagaimana. Padahal harusnya ibu tetap
menjadi pelita bagiku. Bagi anak yang ibarat sedang berlatih berjalan dan harus jatuh karena kehilangan satu pegangan. Kalau ditanya yang sebenarnya. Sebenarnya aku pun sangat sedih dengan kepergian ayah, tapi aku harus berpura-pura kuat agar tak menambah kesedihan ibuku. Tapi aku juga sadar, kesedihan ibu tak lain karena ayah adalah separuh napasnya. Jadi ketika beliau tiada tentu sangat hancur hidupnya, terlebih ayah meninggal tanpa memberikan firasat apapun sebelumnya.”


Air mata Fina menetes, tak pernah kulihat sebelumnya selama menjadi sahabat, Fina seterpuruk ini dalam menjalani harinya. Kuelus pundak Fina untuk menenangkan dan kusodorkan sebotol air mineral untuk menghilangkan isak tangisnya.
Aku sangat terpukul mendengar cerita Fina. Betapa sedihnya dia yang ditinggal pergi oleh ayahnya dan harus menjalani hidup dengan berpura-pura kuat demi ibunya.

“ Yang sabar Fin, Tuhan punya rencana baik untukmu.” aku mencoba menenangkan Fina.
“ Iya, makasih ya Ra, udah mau dengerin keluhanku hanya kamu sahabatku satu-satunya yang bisa mengerti perasaanku.”
Setelah selesai Fina bercerita, kami berdua menuju kelas bersama-sama.


Pagi ini aku berangkat sekolah lebih awal, kelas masih terlihat sepi. Satu persatu tampak teman temanku mulai berdatangan.

Namun hingga pukul 07.00 Fina tak kunjung datang. “Huh...apa Fina sakit ya? Kok belum datang juga sampai saat ini” tanyaku dalam hati.

Pelajaran sudah dimulai, Pak Rudi menginformasikan bahwa hari ini Fina izin tidak masuk sekolah. Tak lama kemudian,
"Asallamualaikum warrahmatullahi wa barakatuh, innalillahi wainailaihi rajiun, telah berpulang ibunda dari teman kita Fina pada hari ini pukul 04.00. Sebagai wujud bela sungkawa mohon keikhlasan teman-teman untuk bersama-sama memberikan bantuan sebagai uang duka. Sebelumnya kami ucapkan terimakasih. Wasalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh” terdengar suara ketua
OSIS mengumumkan kabar duka di kelas kami.

Seketika aku terkejut mendengar berita duka tersebut. Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya hati Fina saat ini.
Pak Rudi mengajak kelas kami untuk pergi melayat setelah istirahat pertama. Saat tiba di rumah duka, terlihat Fina yang sedang duduk dengan menundukkan pandangannya. Dia sangat terpuruk dengan keadaannya saat ini. Aku yang menyadari hal itu langsung bergegas menghampiri Fina.
Kupeluk erat tubuhnya.
“Fin, yang tabah ya, aku tau cobaan ini begitu berat untukmu, kamu harus kuat ya, harus tetap semangat melanjutkan hidupmu, aku janji akan selalu menolongmu kapanpun kamu butuh, anggaplah aku sebagai saudaramu”.
Aku mencoba menenangkan dan menghibur Fina yang sedang menangis sesenggukan. Fina tak membalas satu katapun, dia hanya menangis dan membalas pelukanmu dengan lebih erat.

Lima hari berlalu sejak kematian ibu dari Fina, aku tak mendengar kabarnya lagi. Aku mencoba mencari informasi tentang Fina kepada Pak Rudi.
“Oh iya Bapak lupa memberi tahumu, tiga hari yang lalu Fina mengundurkan diri dari sekolah” jelas Pak Rudi.

Aku terkejut mendengarnya.
“Fina pindah atau bagaimana maksudnya pak?” tanyaku penasaran.
“Kalau soal itu, bapak kurang tau Ra, kamu 'kan yang deket dengan Fina” Pak Rudi menjawab lirih.
“Hehehe...iya sich pak, kalau begitu terimakasih atas informasinya.” aku kembali duduk di bangkuku.
“Kok dia nggak ngabarin aku sama sekali ya?" tanyaku penuh rasa penasaran.


Sepulang sekolah aku memutuskan untuk mampir ke rumah Fina. Saat tiba di rumahnya, tok tok tok, “Asalamualaikum...Fina...” tidak ada sahutan dari dalam rumah.

Tak lama kemudian ada ibu-ibu yang keluar dari rumahnya. Aku merasa tidak asing dengan wajah ibu tersebut, setelah mengingat beberapa saat aku menyadari bahwa dia adalah ibu-ibu yang menjemput Fina kala itu waktu ayahnya meninggal.
“Ada perlu apa ya nak?”
“Finanya ada bu?”
“Fina sudah lama pindah nak, semenjak ibunya tiada, rumah ini ditawar-tawarkan untuk dijual”
jelas ibu itu.
“Oh begitu ya bu, makasih untuk informasinya, saya pamit dulu.”
Aku pergi dengan rasa penyesalan karna tidak bisa membantu untuk sekadar meringankan beban kesedihan sahabatku. Saat perjalanan pulang aku menyempatkan untuk mampir ke toko hp bekas,
aku membeli sesuai dengan uang yang aku punya dari hasil menyisihkan buruh setrika.

Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar untuk istirahat. Rasanya lelah sekali tubuh dan pikiran ini. Aku terlelap cukup lama hingga suara ibu memanggilku menjadikanaku setengah sadar
dan terbangun.
“Dara…Dara…bangun nak” ibu membangunkan sambil menggoyang-goyangkan tubuhku yang masih lemas.
“Ada apa bu? Dara ngantuk banget” aku menjawabnya dengan mata setengah terpejam dan suara yang masih samar-samar.
“Itu ada Fina di depan mencari kamu, ayo cepat kasihan lho dia kalau lama menunggu”
“Hah? Fina? Bener bu dia yang datang?” tanyaku masih tak percaya.
Aku bergegas bangun dan langsung menemui Fina yang sedang duduk di teras rumahku.

“Fina!” seruku menyapa. Dia langsung berdiri, berlari kearahku, dan memelukku erat.

“Maafin aku ya Ra.”
“Aku yang harusnya minta maaf, aku nggak bisa bantu kamu.” aku membalas pelukannya dengan air mata yang menetes di kedua pipiku. Kami berdua saling melepas rindu, rindu karna tanpa kabar.
Sedih bercampur haru tidak menyangka hari ini kita bisa bertemu lagi. Setelah suasana agak sedikit tenang, aku dan Fina mulai bercerita.
“Ke mana saja kamu Fin, aku takut kamu kenapa-napa” tanyaku membuka pembicaraan.
“Maafin aku Ra, aku nggak cerita sama kamu dari awal, sebenarnya aku nggak mau pisah dengan kamu, tapi karna keadaan mau bagaimana lagi?” Fina mulai menjelaskan apa yang terjadi.
“Hah? Maksudnya apa ya? Jangan bercanda kamu ah!” aku tidak paham dengan pembicaraan Fina.
“Saat dua hari setelah ibuku meninggal, aku diberi tawaran untuk tinggal di yayasan yatim piatu Al Amin, awalnya aku menolak, tapi setelah aku pertimbangkan lebih lama, aku butuh biaya untuk
hidup dan bisa terus sekolah akhirnya aku memutuskan untuk bersedia bekerja sekaligus tinggal di sana.” jelas sahabatku.
“Berarti kata Pak Rudi benar donk? Kamu mengundurkan diri dari sekolah?”
“Iya Ra itu benar, aku berhenti sekolah disana karena biayanya cukup banyak dan mungkin aku akan kesulitan menangani biaya kedepan, jadi aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah kejar
paket C yang kebetulan dekat dengan yayasan Al Amin tempatku bekerja.”
“Oh gitu ya, kalau memang itu keputusan terbaikmu, aku juga pasti mendukung. Maaf aku tidak bisa bantu apa-apa, kamu juga tau kan kondisiku bagaimana, aku harus bantu-bantu ibu buat cari
uang untuk biaya aku dan adikku” jelasku.
“Eh sebentar, tunggu sini dulu ya, jangan kemana-mana” aku masuk ke dalam rumah meninggalkan Fani sementara, ia sendirian di teras.
Kuletakkan segelas air putih dan kusodorkan kotak hadiah berwarna merah.
“Untukmu, diterima ya?”
“Boleh aku buka sekarang?” tanya Fina.
Dibukanya kotak itu, diambilnya selembar kertas yang telah aku tulis tadi malam. Fina mulai membacanya dalam hati.

“Dear Fina sahabatku, tak tau mimpi apa yang aku dapatkan hingga bisa bertemu dengan orang sebaik kamu dalam kehidupanku. Walau kita baru mengenal satu setengah tahun banyak hal yang
sudah kita lewati bersama. Kita saling menguatkan, kita saling mengerti, kita saling menyayangi satu sama lain. Mungkin jika tidak ada kamu, aku akan tetap tenggelam dalam kesedihan yang aku
alami saat orang tuaku bercerai. Awal pertama sekolah, aku seperti tak punya kebahagiaan. Hariku penuh dengan beban masalah keluarga yang bagiku sangat berat. Tidak ada yang mau dekat dengan
ku, semua orang memandangku sebagai orang yang tidak mengasikkan. Namun kamu datang dan tulus berteman denganku. Setelah ada kamu aku mulai melupakan kesedihan, kamu membuatku
kembali semangat, membuatku tertawa, membuatku ceria. Aku berharap saat ini dan seterusnya kita berjanji, untuk selalu menjadi sahabat sejati. Kuberikan telepon genggam ini sebagai hadiah
persahabatan kita, agar kita bisa terus berkabar meski jarak memisahkan kita. Aku menyayangimu. Sahabatmu Dara.”


Fina tak mampu lagi berkata-kata, begitu pula aku yang hanya terisak menyadari perpisahan ini.
Sahabat yang selalu ada dan kuyakin akan abadi selamanya. Semoga kita akan terus bersama sampai kita merasakan kesuksesan bersama.
***

Comments

Adi - 25 Juli 2024 12:49

Bikin mewek, jadi pengingat utk terus bersyukur

Leave A Reply