Di Atas Rasa Kepercayaan
Cerpen oleh : Jelita Andini
Siswi SMP Negeri 1 Boja
Pagi yang cerah disertai angin berhembus melewati pohon – pohon. Ayam jantan berkokok seperti memberi isyarat pada manusia bahwa pagi telah tiba. Pagi itu tepat pukul 04.45 WIB
seorang gadis terbangun dari tidurnya, kemudian duduk di atas tempat tidurnya. Ia sangat cantik, rambutnya pendek, matanya bening, dan memiliki dagu yang tirus. Dia berdiri dari ranjang, lalu
bergegas berjalan ke ruang makan untuk minum segelas air hangat.
Saat ia berdiri tinggi gadis itu hanya 152 cm. Sangat mungil dibanding anggota keluarganya yang lain. Tiba-tiba terdengar suara
seorang ibu yang lembut menyapa, “Pagi cantiknya ibu, tadi malam mimpi apa? Kok pagi – pagi cemberut gitu”.
“Uhhh, iya bu aku mimpi dapet hadiah dari temenku, aku cuman keinget kalo hari ini ada pelajaran Prakarya, aku males banget karna setiap jam pelajaran prakarya, pasti ngebosenin”, jawab
gadis itu sambil duduk di kursi ruang makan dengan nada yang malas. Memang benar, hampir semua siswa di kelas 7A tidak suka dengan pelajaran Prakarya karena cara gurunya menjelaskan
sangat membosankan. Selain itu, watak gurunya yang terlalu serius dan mudah marah, jadi membuat mayoritas teman-teman sangat tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran.
“ Jangan males gitu dong, kamu cari sisi positifnya di mata pelajaran itu. Kan nggak semua di pelajaran prakarya membosankan, pasti ada ha; yang positif dan menyenangkan juga. Adek ingat kan kata pepatah dari nenek?” tanya ibu yang berdiri di samping dan mengelus punggung gadis tersebut dengan lemah lembut.
“ Iya yaa, nenek pernah bilang kalo se-enggak sukanya kamu sama sesuatu, pasti ada setitik kesenangan di dalamnya, tapi tetep aja gurunya killer” jawab gadis itu sedikit membisik dan
tersenyum.
“ HEHHH!!!! Ssssttt, nggak boleh kaya gitu ah, murid harus menghargai gurunya. OKEE !!!” sambung ibu sambil menepuk pelan punggung gadis tersebut.
Setelah mereka berdua selesai berbincang dan bercanda, Ibu pun menyuruh gadis itu untuk segera mandi dan mengecek perlengkapan sebelum berangkat ke sekolah.
“Segera mandi nanti dihukum lho kalau terlambat, kamu juga belum sarapan”, pinta Ibu.
“Asshiaaap” satu kata yang membuat Ibu menggelengkan kepalanya dan tersenyum sambil menyiapkan bekal untuk suami dan anaknya bersekolah.
Selesai mandi, gadis tersebut bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan ayahnya.
Jam berbunyi nyaring “TING TING TING !!!” menandakan pukul 06.10 dan gadis tersebut keluar dari kamarnya lalu bergegas ke dapur untuk mengambil kotak bekal dan botol minum miliknya. Ayahnya juga telah mengambil bekal miliknya. Kemudian Ayah dan anak ini berangkat bersama.
Ayah gadis itu berbaju biru muda dan jas hitam dipadukan dengan jam dan dasi yang berwarna biru tua membuat ayahnya sangat karismatik ditambah lagi dengan gaya rambut yang sedikit naik ke atas dan bersepatu hitam membuat karisma ayahnya semakin bertambah. Suasana pagi di rumah itu cukup hening karena kakak dari gadis tersebut telah berangkat ke kampusnya.
“Dek, ayo naik” suara Ayah yang meminta agar anaknya cepat naik ke mobil. Gadis itu segera mencium tangan ibunya dan bergegas naik ke mobil dengan senyum tipis dan kepang rambutnya yang lucu. Ayah mulai mengendarai mobil menuju ke sekolah dengan kecepatan sekitar 60 km/jam.
Gadis itu tidak tahu persis berapa kecepatannya karena ia hanya sedikit mengintip di speedometer mobil ayahnya. Jarak sekolah dari rumah 4 km yang membutuhkan waktu kurang lebih 17 menit.
Sesampainya di sekolah, ayah gadis itu langsung mencium kening anaknya. Lalu gadis tersebut mencium tangan ayahnya dan membuka pintu. Setelah itu, ia baris untuk masuk ke sekolah. Ketika sudah berjalan masuk dan melewati Bapak/Ibu guru, tiba – tiba ada yang memanggil gadis itu
“WOYYY DEANDRA, TUNGGU DULUUUUU”.
Deandra Devegas, tidak lain dan tidak bukan adalah nama gadis itu. Dia sangat famous, disebut itulah dia dengan bahasa “jaman now”. Banyak yang mengidolakannya karena ia berprestasi dan cantik seperti tokoh - tokoh artis di televisi.
Suara perempuan yang tadi memanggil Dea adalah Martha Igusman, orang yang paling dekat dengan Dea. Dea dan Martha sudah bersahabat sejak kelas 3 SD dan kebetulan mereka dipertemukan kembali di kelas 7A SMP Negeri Cendekia. Martha adalah orang yang pandai, humoris, ramah, baik, dan anggun.
Setelah dipanggil oleh Martha, Dea pun terhenti dan menunggu Martha untuk berjalan bersama ke kelas. Sesampainya di kelas, mereka meletakkan tas dan sedikit berbincang dengan teman lainnya yang kelihatannya seru sekali dalam bercerita. Kebetulan hari itu adalah hari Senin, kegiatan rutin adalah upacara bendera. Pukul 06.40 seluruh siswa berkumpul di lapangan upacara dan baris dengan rapi sesuai kelas masing – masing.
Di lapangan upacara, Martha kembali bergurau dan membuat kelas 7A itu terlihat ramai. Suara bising yang terucap oleh teman – teman Dea termasuk Martha yang tiba – tiba mencuri perhatian.
“Temen – temen semua, tolong tenang nanti kalo rame kelas kita bisa ditegur guru”, ucap ketua kelas mereka. Setelah ketua kelas berbicara seperti itu, Dea langsung memperhatikan Martha dengan tatapan tajam dan raut wajah kesal. Martha melihat tatapan tajam itu, ia lalu diam dan bergumam di dalam hati “Apaan sih gitu doang sinis kan juga ga tiap hari bisa becanda kaya gini” batin Martha.
Setelah upacara selesai, Dea tetap saja merasa kesal karena sikap Martha yang tidak biasanya seperti itu. Dea yang sudah tidak mood dari awal berangkat sekolah, ditambah sikap sahabatnya
yang semakin membuat nya kesal dan memasang raut wajah tidak menyenangkan di kelas.
***jam pelajaran dimulai***
Istirahat tiba, Martha yang biasanya duduk dan makan bersama Dea malah pergi ke kantin dengan teman – teman “barunya”. Melihat itu, Dea merasa bahwa Martha telah bosan dengannya.
“Apa bener, people come and go? Apa sahabatku juga bakal ninggalin aku karna udah dapet teman baru?”, gumam Dea sambil merenung sendirian di kelas dan bertanya – tanya di dalam hati. Selama
jam pelajaran juga Martha selalu diam, seperti memberi isyarat ke Dea bahwa dia memang sedang kesal dengan teman sebangkunya itu.
***
“KRINGG!!!! KRINGG!!!! KRINGG!!!, SELURUH PELAJARAN TELAH SELESAI,
SAMPAI BESOK PAGI DENGAN SEMANGAT BARU”
Terdengar bel pulang sekolah, guru yang sedang mengjar di kelas 7A mengakhiri kelasnya.
Seluruh siswa di SMP Negeri Cendekia dipulangkan. Suasana yang ramai di depan gerbang terdengar sangat riuh. Dibalik suasana siang hari pukul 14.00 itu, ada dua orang sahabat yang
sedang berdebat karena sapu untuk piket kelas.
“Mana sapunya aku pinjem sebentar” ucap Martha kepada Dea.
“Ya sebentar dong, aku juga lagi nyapu ini” sambung Dea dengan nada sedikit mengeras.
“YA CEPET LAH BURUAN NYAPU GITU DOANG KOK !!” jawab Martha. Bisa dibayangkan suara Martha yang membentak Dea kan?
Suara dengan nada tinggi tersebut sontak membuat Dea benar – benar marah dengan Martha.
Baru kali ini Martha berani membentak Dea karena hal yang sangat sepele. Mendengar itu, Dea dengan kasar melemparkan sapu ke Martha tanpa berbicara sepatah kata pun dan meninggalkannya
sendirian di kelas. Padahal setiap pulang sekolah pasti mereka selalu bersama.
Beberapa hari terakhir Martha pindah tempat duduk. Kini, dia cenderung diam, menyendiri, bahkan sampai tidak menyapa Dea sama sekali. Dea berfikir bahwa hubungannya dengan Martha
pasti sudah tidak akan membaik lagi. Sikap Martha sudah benar – benar membuat Dea berprasangka buruk dan tidak ingin memperbaiki hubungan persahabatannya.
***
Kamis pagi, pukul 06.20 Martha sudah hadir di sekolah. Ia bergegas bergabung dengan kelompok program kerja sekolah sehat dengan menanam apotek hidup. Semua kelompok ini telah
dibagi tugasnya masing – masing. Ada yang membuat media tanam, menghias pot, menyiram, dan tugas Martha yaitu, menanam daun sirih bersama satu kakak kelas laki – laki yang terkenal
ketampanannya.
Jika diamati dari jarak dekat, kakak kelas itu memang tinggi dan ramah, sesuai tipe Martha. Dia selalu membantu dan mengarahkan Martha untuk mengerjakan pekerjaannya. Bahkan, Martha
mulai berfikir kalau kakak kelas itu menyukainya karena sikapnya yang sangat baik dan perhatian.
Namun, Martha sadar bahwa kakak kelas itu populer di sekolah, pasti banyak juga yang menyukainya. Martha pun melamun sambil menekan tanah di dalam pot itu.
“Dek, udah dulu ya tugas pokja penanaman hari ini, besok dilanjutin lagi. Makasih ya udah mau dateng bantuin. Sekarang masuk kelas dulu ikut pelajaran. Semangat!!!!” ucap kakak kelas tersebut
sembari mengangkat pot yang sedang dibersihkan oleh Martha.
Kalimat yang diucapkan kakak kelas itu, lantas membuat Martha kaget “O-ooh iya kak, maaf ya. Terima kasih juga udah mau
bantu aku…” ucap Martha gagap.
Para siswi yang melihat kedekatan kakak kelas itu dengan Martha, saling berbisik dan membicarakannya.
“Cuyyy omaygat, Martha deket sama kakel?”, jerit salah satu teman Dea yang berlari menuju ke kelas setelah melihat Martha dengan kakak kelas yang populer itu.
Dea terkejut, pasalnya Martha tidak bicara ataupun bercerita dengannya karena mereka berdua masih bermusuhan. Dea melirik jauh Martha dengan kakak kelas itu. Rasa cemburu Dea muncul,
Martha lebih dekat dengan laki – laki daripada sahabatnya sendiri.
***
Sore hari terasa sangat ramai, tetesan keringat keluar dan jatuh ke tanah. Hembusan angin melewati Martha yang sedang bersepeda.
“GLEK, GLEK, GLEK” Martha meneguk satu botol air mineral dengan segarnya.
Martha membuka gawainya dan melihat aktivitas cerita orang – orang yang diabadikan ke dalam salah satu aplikasi. Secara tidak sengaja, ia membuka cerita milik kakak kelas itu. Ia melihat isi
cerita kakak kelas itu tentang orang yang disukainya. Isi cerita tersebut seperti mengisyaratkan Martha untuk mundur dan tidak menyukainya lagi.
Tiba – tiba cuaca mendung, angin berhembus lebih kencang, awan hitam datang menyelimuti langit. Martha bergegas pulang ke rumah, sebelum hujan deras mengguyurnya. Sesampainya di
rumah, ia kembali merenungi cerita kakak kelas tadi.
“Apa aku nggak boleh suka sama kakak kelas? Semua orang kenapa pada ngejauhin aku si? Kemarin masalah peringkat, sekarang masalah kakel.” curhatan Martha perihal konfliknya akhir –
akhir ini. Martha yang kecewa sambil memeluk bonekanya di dalam kamar nya dan akhirnya tertidur. Perasaan Martha memang sedang tidak stabil, mungkin Martha lelah dengan semua
persaingan ini.
***
Pukul 14.54 Dea sampai di rumah dan mengerjakan rutinitasnya, yaitu mandi, makan, dan beristirahat sambil membaca buku. Di tengah keseriusannya membaca buku, secara tiba – tiba
terlintas di benak Dea, yaitu “Ada masalah apa yang membuat Martha bersikap seperti itu? Nggak mungkin kan Martha kesambet, pasti ada yang melatarbelakangi dan mengganggu perasaan
Martha” kalimat itulah yang terucap oleh Dea dengan keadaan duduk bersandar di kursi belajarnya sambil membaca buku.
Tak terasa hari mulai petang, fajar telah turun ke ujung Barat, lampu – lampu di jalanan mulai menerangi jalan. Dea dan ayahnya berangkat untuk les Matematika dan ayahnya membeli suatu
keperluan. Sesampainya di tempat les, masih ada 20 menit untuk menyiapkan peralatan dan literasi terlebih dahulu. Di malam hari itu, Dea les bersama Martha. Martha nampak melipat wajahnya,
terlihat tidak ada secercah semangat.
Karena rasa kepenasarannya, Dea memberanikan diri untuk menanyakan “ Thak, what’s wrong? Are you fine?”, tanya Dea dengan suara yang lembut sambil
menatap Martha.
Tak berkata apapun, Martha malah meneteskan air matanya secara tiba – tiba dan mengenai buku lesnya. Hal itu membuat Dea merasa bersalah dan segera memeluk sahabatnya.
“A-aku iri sama kamu,” satu kalimat yang terlontar dari Martha membuat Dea sedikit melepas pelukannya.
“Kenapa kamu kok pinter, kenapa peringkat kamu lebih tinggi dari aku? Kenapa orang yang aku suka nggak melihat aku?” ucap Martha dengan nada terisak karena tangisannya.
“Tha, semua orang itu punya kemampuan masing – masing, tenang, kamu tetep semangat dan kerahin usahamu buat gapai apa yang kamu mau. Aku nggak akan selalu nemenin kamu apapun
keadaannya. Kita kan together forever kan? Kamu pernah bilang lho ke aku. Kita sama – sama hadapin ini ya?” Dea kembali memeluk Martha di tempat duduk les dan memberinya semangat.
“Ya kan? Ehh emangnya siapa yang kamu suka? Masih si itu?” goda Dea karena Martha sudah mulai tersenyum.
“Kok kita kemarin gitu banget ya? Alai bangettt,,, harus tidak perduli gitu kah?” Tanya Martha pada Dea dengan alis yang dinaikkan satu.
Tawa mereka kembali pecah karena tingkah laku mereka berdua sendiri dan sangat tidak terduga. Sampai – sampai mereka tidak sadar bahwa guru les mereka telah memperhatikan mereka
sejak tadi. Suasana kembali hidup, mereka pun kaget dan tertawa sampai terbahak - bahak lagi membuat guru lesnya ikut tertawa melihat tingkah random mereka. Ketiga orang tersebut kembali
melakukan kegiatan belajar bersama dengan seru sampai jam les mereka terlewat. Sungguh tidak terduga mereka bisa akur lagi. Sebenarnya masalahnya karena ego sendiri. Mereka berdua pun
heran dengan drama yang mereka mainkan.
*7 TAHUN KEMUDIAN*
“Ananda Martha Igusman nomor induk ******** asal sekolah SMA negeri 6 Pertiwi, fakultas Kedokteran. Selanjutnya, ananda Deandra Devegas nomor induk ******** asal sekolah SMA
Negeri R.A Kartini, fakultas Ilmu Matematika dan Alam” itulah pengumuman yang menggema di aula Universitas Tri Agung penerimaan mahasiswa baru. Universitas ini merupakan salah satu
perguruan tinggi terbaik se-Indonesia.
“Eh Tha, ketemu lagi kan. Apa gue bilang kita tuh gak akan kepisah” ucap Dea seraya berjalan menghampiri Martha dengan Ibunya.
“Gausah sok peramal luuu” sambung Martha dengan nada tidak percaya.
“Jangan – jangan kita sekelas lagi” ucap Dea menebak.
“Dih yakali bakal sekelas, ini se-Indonesia kali dosennya juga mikir – mikir” sambung Martha seru.
“Tetep semangat ya kalian, berjuang buat gapai mimpi kalian. Jangan sia – siain waktu yaaa, cantik” Ibu Dea turut memberi semangat dan seperti biasa selalu tersenyum.
Martha dan Dea kembali mencari ilmu di sekolah yang sama. Mereka mengambil jurusan yang berbeda, Martha fakultas Kedokteran dan Dea fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Saat penerimaan mahasiswa baru ini, mereka berdua masuk jalur prestasi. Tak heran, karena sejak SD mereka berdua telah menjadi duta perwakilan sekolah untuk ajang perlombaan.
***
Martha dan Dea berangkat ke kampus bersama lagi, setelah 3 tahun terpisah karena mereka berbeda SMA. Namun, selama 3 tahun itu, mereka selalu berkomunikasi dan berbagi cerita walapun
mereka jarang bertemu. Mulai sekarang mereka belajar bersama, berlibur bersama, dan membagi jadwal mereka sehari – hari bersama. Keluarga Martha dan Dea pun sudah akrab seperti saudara
kandung. Semuanya mengenal lebih dalam. Mereka pun tinggal di satu kost yang sama, benar – benar seperti kembar. Sekarang tinggi badan Dea sudah sama dengan Martha yaitu 170 cm.
Setelah genap 6 semester di kampus itu, mereka bertemu seorang teman baru yang awalnya mengajak mereka berdua berkenalan di pentas seni yang diikuti seluruh mahasiswa.
“GREEK GREEEK” suara seseorang menggeser kursi ke sebelah tempat duduk Martha dan Dea.
“Morning, boleh gabung?” tanya orang yang tadi menggeser kursinya.
“Ya, ya boleh gabung aja” jawab Martha dan Dea bersamaan.
“Kenalin, aku Haico Sabharta dari Fakultas Hukum” ucap perkenalan dari Haico.
“Oo-ooh ya salam kenal juga ya, aku Dea dari FMIPA dan sebelah ku ini Martha dari fakultas kedokteran” sambung Martha dan Dea yang masih malu.
“Iya nih, aku sebenernya udah tau kalian sejak lama. Aku sering liat kalian berdua makan bareng dan jalan bareng di sekitar kampus. Kalian sodaraan?” tanya Haico.
“Iya kita sodaraan tapi lain Bapak beda Ibu heheheh” jawab Martha sambal tertawa dengan Dea.
Jawaban dari Martha dan Dea selalu kompak membuat Haico merasa iri pada mereka berdua.
Mereka bertiga pun menyaksikan pentas seni bersama hingga selesai. Mereka juga sempat bertukar nomor telepon untuk komunikasi bersama.
***
Persahabatan dengan kejujuran pasti akan bertahan tanpa adanya pengkhianatan. Tanpa sahabat, kita hanya sebatang manusia tanpa arah hidup yang jelas. Ingin kepada siapa kita bercerita dan
berbagi jika tidak ada sahabat. Begitulah prinsip kedua sahabat Martha dan Dea. Mereka tidak akan bisa hidup tanpa sahabat.
Tetapi, apakah kita bisa menangkal ketika ada orang yang tidak menyukai kita? Satu orang muncul tanpa diundang datang berkenalan dengan Martha dan Dea. Yaitu Haico Sabharta. Setiap
orang pasti bisa membenci orang tanpa alasan. Tetapi, setelah Martha dan Dea mengenal Haico lebih dalam, watak dan sifat haico juga berubah – ubah. Mereka berdua curiga, namun mereka
berdua tidak boleh memandang orang sebelah mata. Mereka bertiga terus berteman dan berteman.
Haico mulai menelfon dan terus mendatangi tempat kos mereka berdua. Bahkan Haico pun tiba – tiba duduk di sebelah mereka dan mengganggu pembicaraan Martha dan Dea. Dea juga sadar
bahwa semenjak ia mengenal Haico, selalu ada nomor yang tidak dikenal menelfoninya.
Haico membuat nomor samaran agar tidak terdeteksi oleh Martha dan Dea. Haico berencana akan merusak hubungan persahabatan Martha dan Dea yang sudah seperti saudara kandung itu.
Haico adalah anak dari sahabat ayah Dea. Dia berencana akan mengadu domba Martha dan Dea, karena dulu ayahnya ditinggalkan oleh ayah Dea Ketika berada di kondisi sulit. Haico memiliki
trauma berat yang disebabkan oleh peristiwa kebangkrutan ayahnya dahulu Ketika membangun usaha. Setelah itu, hubungan Dea dan Martha rentan kembali karena perbuatan Haico.
***
Akan tetapi, Martha dan Dea akur kembali. Tidak bisa dipungkiri, mereka tinggal satu rumah dan selalu berangkat bersama, bagaimana bisa mereka asing?
“Tha, loe ada ditelfon sama orang yg nggak dikenal gitu nggak? Kenapa nomor ini selalu ganggu gue ya? Dia telfon dan sms gue dan bilang kalo loe suka ngomongin dan ngejelekin gue.” keluh Dea
ke Martha dengan kesal dan menunjukkan nomor pengganggu tersebut.
“Lhoh, kok nomernya sama kaya yang nelponin gue? Wah wah gak beres ini. Gue kira nomer pinjaman online gitu.” Gerutu Martha.
***
Suatu hari, Haico berjalan menuju Martha dan Dea. Dea bergumam di dalam hati “Apa aku tanya ke Haico saja, ya. Siapa tau kan dia juga digangguin.” gumam Dea saat masih jauh jaraknya dengan
Haico. Sesampainya Haico di depan mereka, Dea memberanikan diri bertanya kepada Haico.
“Haico, kamu tau nomer ini ga?” tanya Dea pada Haico dengan tatapan meyakinkan.
Haico terdiam, suasana di sekitar mereka sunyi. Tiba – tiba ada suara “GEDABRUUUK” Dea jatuh ke lantai. Haico dan Martha cemas, mereka segera membawa Dea ke ruang UKS di kampus.
Untungnya Martha calon dokter, dia bisa menangani Dea dengan dokter – dokter lain yang ada di sana. Namun, usaha Martha harus berlanjut lagi. Ia harus membawa Dea ke rumah sakit untuk
penanganan yang lebih serius.
***
“Ia menderita thalassemia sejak bayi, tidak adakah pengobatan sejak dia kecil? Hemoglobinnya tidak berfungsi dengan baik, produksi darah putihnya semakin banyak dan menyebabkan gagal
jantung!!” jelas dokter pada Martha, Ayah, Ibu, dan Haico di rumah sakit.
Kini, Dea harus dirawat di ICU karena gagal jantung. Ibu dan ayahnya menangis terisak setiap melihatnya. Dea masih bisa berbicara, namun tubuhnya hanya bisa tergeletak di ranjang rumah
sakit.
“Tha, loe besok terusin sama Haico ya? Sampein ke ortu gue maaf banget. Makasih lho dah mau bantuin gue” Dea berbicara lancar seperi itu kepada Martha dan Haico setelah 5 hari berada di
ruang ICU.
Martha heran dan takut, apakah Dea akan meninggalkannya? Ibu Dea selalu memeluk anak cantiknya.
***
Kamis, 8 Juni 2021. Seluruh keluarga berkumpul menemani hingga hembusan nafas terakhir Dea karena thalassemia.
Comments