MASIHKAH KAU MENGINGATKU
Cerpen karya : Nabila Khoirunisa
Siswa MTs N 2 Kendal
Di suatu sekolah, ada anak yang bernama Naura. Naura melangkahkan kaki pertamanya di sekolah SD, ia melihat ada satu anak yang menyapanya, padahal Naura belum mengenal anak itu.
Naura segera masuk kelas, karena bel sudah berbunyi. Naura juga duduk di samping teman yang dia lihat di gerbang pintu masuk sekolah. Naura ingin sekali mengajaknya berkenalan, tapi sepertinya
Naura malu-malu.
“Aduh...bagaimana ini. Aku ingin sekali mengajaknya berkenalan, tapi bagaimana cara mengatakannya duluan?”. Kata Naura di dalam hati.
Bel pulang pun berbunyi, karena ini hari pertama anak-anak mulai masuk sekolah, jadi pulang cepat. Naura merasa menyesal karena ia tidak jadi berkenalan dengan teman barunya. Kesesalan yang dirasakan Naura, terus menerus dipikirkan olehnya. Naura segera menenangkan dirinya dan tidak memikirkan apapun.
Hari demi hari terus berlanjut, Naura sama sekali belum berkenalan dengan siapapun. Sama sekali tidak ada teman di sisinya. Duduk terdiam tanpa ada seorangpun didekatnya, harusnya Naura sudah punya setidaknya satu teman. Naura bersedih, hatinya terasa sangat sakit, ia bingung harus bagaimana mengatasi keadaan dirinya sendiri.
“Hiks...aku harus bagaimana. Aku tidak punya teman, bagaimana jika aku sendirian selamanya?”. Ucap Naura sambil menangis tersedu-sedu.
Lalu ada satu anak yang melihat Naura sedang menangis. Ternyata anak itu adalah teman yang pertama kali dilihat Naura. Sebelum menanyakan masalah tentang Naura, anak itu berkenalan dulu dengan Naura.
“Hai, namaku Nara, kamu ingat aku kan?. Maaf, kalau boleh tahu, ada apa denganmu?. Dari tadi aku melihat kamu menangis terus”Tanya Nara.
“Iya, namaku Naura. Sebenarnya, saat aku pertama masuk sekolah ini, aku secara kebetulan melihatmu menyapaku. Aku mencoba mengajakmu berkenalan, tapi aku terlalu malu”. Jawab Naura masih menangis.
Kemudian Nara mengusap air mata Naura yang menetes. Naura mulai merasa lebih baik karena Nara mendampinginya.
“Naura tidak apa-apa, jangan menangis”ucap Nara turut ikut sedih.
“Iya, sepertinya aku merasa lebih baik jika berada di dekatmu. Nara aku ingin sekali menjadi temanmu, bagiku kamu seperti teman pertamaku, teman yang selalu di sisiku, dan teman yang menolongku saat aku kena dalam masalah”. Ucap Naura terus terang.
Nara berpikir bagaiman cara mengatasi masalah Naura, ia akhirnya mengajak Naura dan bilang mulai sekarang ia akan menjadi teman dekatnya Naura, dan berjanji akan selalu menemaninya
kapanpun dia butuh. Naura merasa senang dengan apa yang dikatakan Nara barusan. Sekarang hati si Naura selalu bahagia dan tidak pernah sedih, rasa sesal ia rasakan telah berlalu lama.
Hari minggu, Naura pergi keluar rumah untuk bermain, dan secara kebetulan melihat Nara sedang duduk terdiam sendirian. Naura segera mempersiapkan diri dan menghampirinya.
“Hai Nara, kenapa kamu diam saja. Kamu lagi menunggu siapa?mau aku temenin?”tanya Naura dengan firasat baiknya.
“Hai Naura, kok kamu tahu?”. Jawab Nara.
Tidak sesuai dugaan, ternyata Nara sedang menunggu orang lain dan bukannya Naura. Tiba tiba hatinya Naura berubah menjadi kecewa dan berat hati. Naura menatap Nara dan memang tidak ada ekspresi atau perubahan wajah.
“Eh?, ya iyalah, kalau begitu aku pergi dulu ya, soalnya aku disuruh ibuku pergi beli gula di warung”. Ucap sang Naura dengan senyum sinisnya.
Naura segera pergi meninggalkan Nara dan benar, Nara hanya membalasnya dengan menganggukkan kepalanya. Ia sedih karena yang Nara lakukan tidak sesuai dengan perkataannya tempo hari. Naura berjalan cepat dan kembali ke rumah dengan perasaan tidak senang.
Naura masuk ke kamarnya dan langsung mengeluarkan perasaan yang ia pendam pagi tadi dengan menangis sembari menutupi mukanya dengan bantal, agar tangisannya itu tidak terdengar oleh ibunya. Ibu Naura mengetuk pintu dan memberitahukan bahwa adiknya Naura sakit, dan mengajaknya pergi ke puskesmas terdekat untuk membeli obat. Naura segera menghapus air matanya dan keluar dari kamarnya.
Saat akan pergi dari rumahnya, ia tak sengaja melihat Nara yang sedang asik jalan-jalan sendirian dengan mengayunkan kedua tangannya ke depan belakang. Naura ingin menyapanya, tapi ia teringat kejadian pagi tadi yang barusan ia alami. Jadi Naura hanya berpura-pura tidak melihat si Nara dan langsung pergi.
“Naura! Kamu mau ke....”ucap Nara tidak sempat melanjutkan perkataannya kepada Naura.
Nara heran, kenapa sikap Naura begitu dingin padanya. Ia berpikir kesalahan apa yang telah diperbuatnya sampai Naura tidak mau menyapanya.
“Aku salah apa sih?kok Naura tidak mau menyapaku?. Seolah-olah aku tidak ada di sini” ucap Nara dengan rasa bingung.
Nara tetap lanjut berjalan-jalan sambil mencari teman karena Naura sedang pergi. Dan tiba tiba Nara terhenti sejenak di saat tengah-tengah perjalanan, Nara berpikir mungkin bahwa kejadian
tadi pagi yang membuat Naura bersikap dingin padanya. Kemudian Nara akan membicarakan tentang apa yang terjadi tadi pagi kepada Naura agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Besok aku akan bicara pada Naura, karena yang dia lihat tadi pagi hanya sebuah kesalahpahaman. Aku tidak ingin hubungan kami retak gara-gara hanya masalah kecil” ucap Nara yang cemas.
Di puskesmas, Naura masih cemas dan khawatir, apakah kejadian pagi tadi, Nara memang benar-benar melakukannya ataukah hanya kesalahpahaman biasa. Naura tidak begitu mementingkan
hal itu, ia tetap memfokuskan pada adiknya. Kemudian ibunya bertanya, tentang hubungan pertemananku dengan Nara.
“Kak, gimana pertemanannya? Kamu tidak bertengkar dengan Nara kan?”. Tanya ibunya Naura.
“Eh!kok ibu bertanya seperti itu?”. Tanya balik si Naura.
“Soalnya tadi Nara memanggilmu,tapi kamu tidak menjawabnya”. Sahut sang ibu.
“Oh...pantas saja. Sebenarnya bu, aku merasa sedih, karena saat pagi tadi aku melihat Nara sedang duduk terdiam, lalu aku pun menyapanya. Dia seperti sedang menunggu seseorang, saat aku bertanya, ternyata yang dia tunggui bukan aku tapi orang lain. Sebab itu aku sedih” ucap Naura dengan menundukkan kepalanya.
“Kak, kamu jangan berkecil hati. Tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama. Jika kamu mengerti perasaan yang di rasakan temanmu, pasti temanmu juga akan ikut mengerti perasaan kamu juga. Jadi jangan salah sangka dan berpikir bahwa temanmu akan meninggalkanmu, cari tahu atau bertanyalah” nasihat ibu sambil memegang pundak Naura.
Naura menjadi mengerti dan merasa sikapnya terlalu berlebihan. Naura bilang pada ibunya, besok ia akan meminta maaf kepada Nara dan akan mulai berteman baik mulai sekarang tanpa ada rasa salah sangka satu sama lain. Ibunya bangga terhadap sikap Naura karena Naura adalah orang yang sangat mudah sekali paham dengan perkataan orang lain.
Keesokannya, Naura sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Naura berpamitan, menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya. Sesampainya di sekolah Naura berpamitan juga dengan ayahnya, ia bergegas memasuki kelas agar punya waktu untuk mempersiapkan diri dan bisa lancar berbicara kepada Nara. Naura berjanji pada dirinya sendiri, saat mereka besar nanti mereka harus saling mengingat satu sama lain.
Nara pun tiba di sekolah dan masuk kelas. Naura merasa gugup, takutnya ia salah bicara dengan Nara. Jangankan Naura, Nara saja lebih gugup karena ia harus bicara panjang kali lebar, agar si Naura mengerti maksud dari perkataan Nara. Naura harus mencari waktu dan tempat yang tepat
untuk bicara berduaan dengan Nara, dan terpikirlah olehnya. Naura berpikir sepertinya waktu yang
tepat untuk bicara adalah waktu istirahat.
Bel berdering, menunjukkan waktu istirahat. Naura harus segera bicara kepada Nara tentang
permasalahan kemarin. Tetapi Naura masih belum selesai menyalin tulisan yang ada di buku.
Sedangkan Nara sudah lebih dulu menyelesaikan salinannya di buku, ia ingin memanggilnya untuk
berbicara tentang permasalahan kemarin hanya berduaan saja. Tetapi Nara ragu-ragu karena si Naura
masih belum menyelesaikan salinannya. Jadi dia akan berbicara pada Naura setelah Naura selesai
menulis.
Sembari menunggu Naura, ia mengeluarkan bekalnya untuk dimakan.Nara bingung, dia harus
makan di luar atau di kelas saja.
“Aku makan dulu ah....Aku harus makan dimana?kalau makan di luar nanti Naura bingung
cari aku. Kalau di sini...?. Mungkin tidak apa-apa, lagian Naura hampir selesai menulisnya”. Ucapnya
di dalam hati.
Akhirnya, Naura menyelesaikan tulisannya. Masih ada waktu 15 menit, mumpung waktunya
segitu, Naura pun memanggilnya dan mengajaknya bicara tentang permasalahan kemarin. Naura
melihat sekeliling kelas, sepertinya tidak ada orang satu pun. Waktu yang tepat sekali.
“Emmh...Nara, aku mau bicara sebentar boleh?”tanya Naura dengan parasaan gugup sembari
meremas tangannya sendiri.
“Eh?. Sebenarnya aku juga mau bicara denganmu berduaan”jawab Nara.
“Oh...kebetulan sekali. Oke, Nara aku mau minta maaf sama kamu tentang kejadian kemarin.
Aku tahu kelakuanku sudah berlebihan, jadi aku mau minta maaf. Tidak apa-apa kalau kamu tidak
memaafkanku, tapi sepertinya aku harus melakukan ini padamu karena aku memang salah. Aku minta
maaf ya Nara”. Ucap Naura sambil menangis.
“Tidak. Aku yang harusnya minta maaf, karena aku sudah bersikap cuek padamu. Kamu
memang tidak salah kok Naura. Tetapi kejadian kemarin aku memang lagi menunggu orang lain. Tapi
yang kutunggu adalah ibuku bukan teman lain. Aku terlalu fokus dan tidak memperhatikanmu. Aku
minta maaf ya Naura”. Ucap Nara turut ikut menangis dengan menggenggam erat tangan Naura.
Enam tahun berlalu, sekarang Naura beranjak ke kelas tujuh(SMP). Sudah lima tahun ia tidak
bertemu dengan sahabat lamanya yaitu Nara. Lima tahun yang lalu, Naura masih bisa bertemu dengan
Nara karena pada saat itu mereka masih satu komplek. Setahun kemudian, Naura pindah rumah dan
sejak saat itulah Naura sudah tidak melihat Nara lagi, bahkan Naura tidak memberitahu si Nara, di
mana alamat rumah si Naura tersebut.
Kemudian ia menjalankan MPLS selama tiga hari berturut-turut. Tentunya ia belum mengenal
semua siswa yang ada di sekolahnya, tapi,belum mengenal bukan berarti sendirian, ada satu anak
yaitu, perempuan dengan rambut pendek hitam bergelombang. Naura diajak untuk duduk bersama
dengan perempuan itu. Naura akhirnya duduk di samping gadis berambut pendek hitam
bergelombang itu. Naura tidak memikirkan apapun tentang perempuan itu, yang penting ia sudah
punya teman agar tak sendirian saat berlangsungnya MPLS.
Hari pertama MPLS di mulai, para guru dan siswa-siswi lainnya memperkenalkan diri di
depan semua orang yang hadir. Semua siswa diberi petunjuk dan keterangan mengenai sekolah yang
mereka masuki. Naura menjadi mengerti,tak sia-sia hasil jerih susah payahnya untuk masuk ke
sekolah ini. Ternyata sekolah yang ia masuki cukup populer, karena dulu sekolah ini adalah sekolah
yang di gemari semua anak SMP, dengan fasilitasnya yang bagus, serta guru-guru yang ramah
membuat mereka betah belajar di sana.
“Wah!seperti ini ya, rasanya masuk SMP. Malah lebih baik dan enak, jadi aku bisa mencari
teman baru lagi yang banyak dan tidak akan takut lagi untuk memperkenalkan diriku di sini pada
semua orang”. Ucapnya di dalam hati dengan senyuman lebar.
MPLS selesai dilakukan dengan lancar tanpa adanya kendala. Para guru cukup terkejut,
ternyata para siswa baru kelas tujuh, lebih tenang memperhatikan para guru dibandingkan dengan
kelas delapan dan sembilan.
Sebelum dipulangkan, para siswa kelas tujuh diminta untuk memasuki kelas terlebih dahulu.
Naura pun masuk kelas, ia bingung harus duduk dengan siapa karena semua anak yang dilihatnya
sudah mempunyai teman sebangku mereka. Lalu perempuan dengan rambut hitam pendek
bergelombang itu menarik tangan Naura.
Tepat pada waktunya, guru masuk dan memperkenalkan diri, mulai saat ini guru tersebut akan
menjadi wali kelas selama kelas tujuh. Semua anak diminta tentang biodata teman sebangku dan
menulisnya di kertas. Kebetulan Naura langsung mengajaknya berkenalan terlebih dahulu, agar ia
tidak bertanya banyak pada temannya.
“Hai, namaku Naura Adiifa Putri. Boleh aku tahu namamu siapa?”Tanya Naura.
“Ya, perkenalkan namaku Ashira Dwi Ayanti. Berarti kita akan saling bertanya tentang
biodata kita masing-masing”. Jawab Ashira dengan senang hati.
Mereka pun mulai saling tanya bertanya, jawab menjawab tentang biodata mereka sendiri.
Waktu menunjukkan pukul 08.35 WIB, guru meminta kertas yang sudah ditulis, semua anak wajib
mengumpulkan. Naura dan Ashira sudah selesai, mereka bersama-sama mengumpulkannya. Bel
pulang berbunyi, para siswa dipulangkan ke rumah mereka masing-masing. Naura juga ikut pulang
bersama dengan Ashira, mereka juga jalan bersama dan menunggu jemputan orang tua mereka
bersama-sama.
“Naura, mulai sekarang aku duduk denganmu ya, sampai akhir kelas tujuh. Nanti aku akan
perkenalkan kamu dengan teman-teman lain jadi kamu tidak berteman dengan aku saja, tetapi dengan
semuanya juga”. Ucap Ashira dengan mengangkatkan jari kelingkingnya, meminta agar Naura
berjanji.
“Eh?benarkah?kalau begitu aku senang sekali. Terima kasih banyak ya Ashira”ucap Naura
sambil ikut berjanji, mengangkat jari kelingkingnya dan mengeratkannya dengan Ashira.
Sesampainya di rumah, Naura curhat dengan ibunya tentang harinya di sekolah. Ibunya
memeluk Naura dan begitu lega, tak disangka padahal baru masuk SMP tapi sudah punya teman yang
begitu baik dan perhatian kepada Naura.
“Bu, nanti malam aku akan belajar materi dasar pelajaran SMP, sedikit-sedikt saja kok bu,
untuk persiapan hari pertama belajar”Ucap Naura sungguh sungguh.
“Baiklah, anak ibu memang paling pintar”. Ucap sang ibu, bangga.
Tiga hari berturut-turut MPLS selesai dilaksanakan dengan baik. Seperti biasanya Naura
kembali ke kelas. Sesaat sebelum masuk kelas, Naura mendengar dengan sangat jelas perkataan buruk
di kelasnya, bahkan ada yang berkata kasar. Naura pun terus mendengar pembicaraan mereka, tak
diduga ternyata, dalam pembicaraan yang ia dengar ada suara si Ashira.
“Hahahaha....kalian tahu tidak?aku punya teman baru loh. Aku mengajaknya berkenalan tapi
malah kuajak agar dia bisa berkenalan dengan semua orang. Hahahaha....ternyata dia anak yang polos,
mudah sekali di bujuk”ucap Ashira dengan tertawa kerasnya.
Naura terkejut dengan apa yang barusan didengarnya. Rupanya ada seseorang yang sedang
bergosip di belakangnya. Naura segera masuk kelas dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Temannya
teman lain menghentikan pembicaraan mereka, begitu juga dengan Ashira. Ashira kembali duduk di
tempatnya dan mulai mengajaknya mengobrol bersama teman-teman lainnya juga.
“Eh? Naura,kamu mau ikut mengobrol bersamaku dan teman-teman lain juga tidak?”Tanya
Ashira.
“Oh,boleh. Mumpung guru belum masuk”Jawab Naura.
Mereka pun mulai mengobrol bersama. Dan Naura hanya terdiam melihat mereka yang tengah
asik bicara walau si Naura ikut bergabung. Sudah sebulan Naura terus saja berpura-pura ikut bermain
dengan Ashira. Ia berpikir apa yang harus dilakukannya agar si Ashira tidak bergosip lagi. Saat
istirahat Naura melihat ada satu teman yang terlihat familiar baginya, tetapi Naura tidak terlalu
mengingatnya.
Pukul menunjukkan 10.00 WIB, guru memberi tugas kepada semua murid untuk dikerjakan
dan harus segera dikumpulkan. Naura segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Naura
akhirnya selesai, dan segera mengumpulkan tugas karena anak lain sudah pada selesai duluan. Secara
tidak sengaja, saat Naura menumpukkan bukunya, ia melihat ada buku yang tertulis nama “NARA”.
Naura baru tersadar, mungkinkah nama barusan yang dilihatnya tadi adalah orang yang sudah
lama Naura kenal. Tetapi Naura harus memastikannya terlebih dahulu agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Naura berpikir untuk mencari tahu mana anak yang mempunyai buku dengan
bertuliskan nama “NARA”. Naura akhirnya mengelilingi masing-masing meja teman-temannya. Dan
ketemulah buku dengan bernama “NARA”, Naura berpikir untuk mengajak anak itu berbicara saat
istirahat tiba.
Bel istirahat berbunyi, Naura berlekas mengajak anak itu sebelum dia pergi.
“Eh! Tunggu sebentar. Hai,kamu yang namanya Nara kan?”tanya Naura.
“Iya”Jawab singkat anak itu.
“Namaku Naura, bisakah kita menjadi teman dekat?. Omong-omong, kamu kenal aku, atau
pernah mengingatku tidak?”Tanya Naura.
“Emmh...sepertinya tidak. Aku belum pernah melihatmu, baru pertama aku melihatmu di
sekolah ini.” Jawab Nara tak berekspresi.
Memang benar anak itu adalah teman lamanya Naura yaitu Nara. Tetapi Naura bingung,
kenapa sikap Nara berubah menjadi dingin, seperti tidak mengenalku. Kemudian Naura mencoba
mencari tahu lebih dalam tentang Nara. Sepulang sekolah Naura memberitahu orang tuanya, bahwa
Naura akan pulang telat. Setelahnya Naura membuntuti Nara untuk mencari tahu lokasi rumahnya.
Ternyata Nara masih tinggal di rumah lamanya, belum pindah sama sekali.
Tibalah Naura di rumah Nara, Naura terus menunggu dan sembunyi agar Nara keluar dari
rumahnya.Beberapa menit kemudian, Nara keluar dari rumahnya. Kesempatan bagi Naura untuk
masuk ke rumah Nara. Naura mengetuk pintu dan ibunya Nara keluar.
“Ya, siapa ya?ada perlu apa kemari”Tanya ibu Nara.
“Maaf mengganggu, sebelum itu perkenalkan nama saya Naura. Apa benar ini rumah
Nara?dan sebenarnya saya juga teman sekelasnya Nara”Ucap Naura.
Mereka mulai berbicara di dalam rumah Nara.
“Sebelum itu, saya mau tanya apakah ibu kenal saya?. Saya dulu pernah jadi teman dekat Nara
selama 2 tahun”tanya Naura.
“Oh...saya ingat sekarang, kamu teman dekatnya Nara kan”sahut ibu Nara.
“Syukurlah ibu mengingatnya. Oh ya,bu...kalau boleh tahu, adakah penyakit yang dialami
Nara baru-baru ini?”.Tanya Naura.
“Eh?kenapa kamu bertanya begitu?”tanya balik ibu Nara.
“Karena tadi pagi, saya melihat Nara dan mencoba mengajaknya berkenalan dulu, apakah
Nara masih ingat saya atau tidak. Dan sepertinya Nara tidak mengenalku, begitu”sahut Naura
“Oh, sebentar. Penyakit yang dialami Nara baru-baru ini adalah Amnesia. Hal itu terjadi 4
tahun yang lalu. Saat itu dia sedang berjalan-jalan dengan temannya, tanpa sadar Nara tertimpa batu
bata dari atas bangunan rumah. Di situ juga ada para pekerja bangunan, tapi saya juga kurang mengerti
mengapa Nara bisa tertimpa”ucap ibu Nara dengan perasaan sedih.
“Oh begitu ya. Terima kasih telah menceritakannya dan maaf membuat ibu sedih. Kalau
begitu saya pamit dulu”ucap Naura pamit.
Keesokan harinya, Naura mencoba berteman, bermain, dan mengingatkan kembali ingatan
Nara yang telah hilang. Walau terus menerus gagal, ia tidak menyerah, tetapi Naura maklumi karena
yang namanya penyakit Amnesia susah untuk pulih. Sudah 2 bulan Naura terus berusaha mencoba
mengingatkan kembali ingatannya Nara, tetapi Nara belum membuka matanya.
Melihat hal itu Ashira merasa cemburu karena 2 bulan ini Naura tidak bermain dengan Ashira.
Ashira sedih dan menangis sambil duduk di kursinya. Tangisan Ashira membuat Nara teringat
kembali, tangisan Ashira sama persis dengan cara menangisnya Naura saat SD dulu. Melihat hal itu
Naura merasa senang. Kemudian Naura melihat Ashira menangis, dan meminta maaf. Akhirnya
mereka bertiga menjadi sahabat.
Comments